Jumat, 06 April 2012

Filsafat Umum


BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian filsafat hingga saat ini masih dipandang diberbagai sudut pandang yang berbeda dan kadang-kadang diterapkan secara tidak tepat terutama dikalangan awam. Sebagian pihak ada yang memandangnya sebagai suatu ilmu atau wacana luar biasa yang sangat tinggi kedudukannya, jauh lebih tinggi dibandingkan maksud yang sebenarnya. Berdasarkan pandangan tersebut, filsafat menjadi sebuah wacana atau ilmu pengetahuan yang hanya mungkin dilakukan dan dipahami oleh orang-orang yang memiliki keunggulan intelektual serta kebiaksanaan yang sangat tinggi. Jadi, pemahaman ini, orang biasa belum tentu dapat berfilsafat.
Penjelasan filsafat dan pemikiran filsafat Pra-Sokrates serta filsafat sokrates sudah dibahas pada pertemuan sebelumnya. Selanjutnya pada makalah ini akan menjelaskan tentang pemikiran filsafat Plato dan sedikit akan disinggung tentang sejarah Plato. Pemikirannya seperti tentang dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap, bermacam-macam dan berubah-ubah, dan dunia ide yang bersifat tetap hanya satu macam dan tidak berubah. Untuk lebih jelasnya, silahkan pembaca baca yang ada pada makalah ini.




BAB II
PEMBAHASAN
PEMIKIRAN FILSAFAT PLATO
A.   Sejarah Plato
Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM, dan meninggal disana pada tahun 347 SM dalam usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang turun temurun memegang peranan penting dalam politik Athena. Ia pun bercita-cita sejak mudanya untuk menjadi orang Negara, tetapi perkembangan politik di masanya tidak memberi kesempatan padanya untuk mengikuti jalan hidup yang diingininya itu.
Namanya bermula ialah Aristokles, kemudian gurunya bermain senam menggantinya dengan nama Plato. Ia memperoleh nama baru itu terhubung dengan bahunya yang lebar,  sepadan dengan badannya yang tinggi dan tegap. Raut mukanya, potongan tubuhnya serta parasnya yang elok bersesuaian benar dengan ciptaan klasik tentang manusia yang cantik. Dalam tubuh yang besar dan sehat itu bersarang pula pikiran yang dalam dan menembus. Pandangan matanya menunjukkan seolah-olah ia mau mengisi dunia yang lahir ini dengan cita-citanya.
Pelajaran yang diperolehnya dimasa kecil, selain dari pelajaran umum, ialah menggambar dan melukis, disambung dengan belajar musik dan puisi. Sebelum dewasa ia sudah pandai membuat karangan yang bersajak.
Sebagaimana biasanya dengan anak orang baik-baik di masa itu Plato mendapat didikan dari guru-guru filosofi. Pelajaran filosofi mula-mula diperolehnya dari Kratylos. Kratylos dahulunya murid Herakleitos yang mengajarkan “semuanya berlalu” seperti air. Rupanya ajaran semacam itu tidak hinggap didalam kalbu anak aristokrat yang terpengaruh oleh tradisi keluarganya.[1]
Sejak berusia 20 tahun Plato mengikuti pelajaran Sokrates, pelajaran itulah yang memberi kepuasaan baginya. Plato adalah pengikut Sokrates yang taat diantara para pengikutnya yang mempunyai pengaruh besar. Selain itu Plato dikenal sebagai ahli pikir juga dikenal sebagai sastrawan yang terkenal. Tulisannya sangat banyak sehingga keterangan tentang dirinya dapat diperoleh secara cukup.[2]
Dalam segala karangannya yang selalu berbentuk dialog, Sokrates didudukannya sebagai pujangga yang menuntun. Dengan begitu ajaran Plato tergambar ke luar melalui mulut Sokrates. Juga setelah pandangan filosofinya sudah jauh menyimpang dan sudah lebih lanjut dari pendapat gurunya, ia terus berbuat begitu. Sokrates digambarkannya sebagai juru bahasa isi hati rakyat di Athena yang tertindas karena kekuasaan yang saling berganti.
Plato mempunyai kedudukan yang istimewa sebagai seorang filosof. Ia pandai menyatukan puisi dan ilmu, seni dan filosofi. Pandangan yang dalam dan abstrak sekalipun dapat dilukiskannya dengan gaya bahasa yang indah. Tidak ada seorang filosof sebelumnya dapat menandinginya dalam hal ini, juga sesudahnya tak ada.
Tak lama setelah Sokrates meninggal, Plato pergi dari Athena. Itulah permulaan ia mengembara 12 tahun lamanya, dari tahun 399-387 SM. Mula-mula ia pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filosofnya. Beberapa lama disana ada cerita yang mengatakan, bahwa ia disitu mengarang beberapa dialog yang mengenai berbagai macam pengertian dalam masalah hidup berdasarkan ajaran Sokrates. Dari Megara ia pergi ke Kyrena, dimana ia memperdalam pengetahuannya tentang matematika pada seorang guru yang bernama Theodoros. Disana Plato juga mengajarkan filosofi dan mengarang buku-buku.[3]
Kemudian pada usia 40 tahun ia mengunjungi Italia dan Sicilia untuk belajar ajaran Pythagoras. Kemudian sekembalinya ia mendirikan sekolah, sekolah tersebut dinamakan Akademis, karena berdekatan dengan kuil Akademos seorang pahlawan Athena. Ia memimpin sekolah tersebut selama 40 tahun. Ia juga memberikan pengajaran secara baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat, terutama bagi orang-orang yang akan menjadi politik.
Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan lama: mana yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap (Parmenides). Mana yang benar antara pengetahuan yang lewat indera dengan pengetahuan yang lewat akal. Pengetahuan yang diperoleh dari indera disebutnya pengetahuan indera atau pengetahuan pengalaman. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebut pengetahuan akal. Pengetahuan indera atau pengetahuan pengalaman bersifat tidak tetap atau berubah-ubah, sedang pengetahuan akal bersifat tetap atau tidak berubah-ubah. Sebagai contoh, terdapat banyak segi tiga yang bentuknya berlainan menurut pengetahuan indera atau pengetahuan pengalaman, tetapi dalam idea atau pikiran bentuk segitiga tersebut hanya satu dan tetap, dan ini menurut pengetahuan akal.[4]
B.   Dunia Ide dan Dunia Pengalaman
Sebagai penyelesaian persoalan yang dihadapi Plato tersebut diatas, ia menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia, yaitu:
            1.      Dunia pengalaman
            2.      Dunia ide.
Dunia pengalaman bersifat tidak tetap, bermacam-macam dan berubah-ubah, sedangkan dunia ide bersifat tetap hanya satu macam dan tidak berubah. Dunia pengalaman merupakan bayang-bayang dari dunia ide, sedangkan dunia ide merupakan dunia yang sesungguhnya, yaitu dunia realitas. Dengan demikian dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas itu adalah dunia ide.
Jadi Plato dengan ajarannya tentang ide berhasil menjembatani pertentangan pendapat antara Herakleitos dan Parmenides. Plato mengemukakan bahwa ajaran dan pemikiran Herakleitos  itu benar tetapi hanya berlaku pada dunia pengalaman. Sebaliknya, pendapat Parmenides juga benar tetapi hanya berlaku pada dunia ide yang hanya dapat dipikirkan oleh akal.
Dibandingkan dengan gurunya Sokrates, Plato telah maju selangkah dalam pemikirannya. Sokrates baru sampai pada pemikiran tentang sesuatu yang umum dan merupakan hakikat suatu realitas, tetapi Plato telah mengembangkannya dengan pemikiran bahwa hakikat suatu realitas itu bukan “yang umum”, tetapi yang mempunyai kenyataan yang terpisah dari sesuatu yang berada secara konkret yaitu ide. Dunia ide inilah yang hanya dapat dipikirkan dan diketahui oleh akal.
Pemikirannya tentang Tuhan, Plato mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah bagi manusia yang tidak pantas apabila tidak mengetahuinya, yaitu:
            a.  Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
            b. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia.
            c. Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan lain-lain.
           d. Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari yang tidak mempunyai peraturan menjadi mempunyai peraturan.
Sebagai puncak pemikiran filsafat Plato adalah pemikirannya tentang Negara, yang tertera dalam Polites dan Nomoi. Pemikirannya tentang Negara ini sebagai upaya Plato untuk memperbaiki keadaan Negara yang dirasakan buruk.
Konsepnya tentang Negara di dalamnya terkait etika dan teorinya tentang Negara. Konsepnya tentang etika sama seperti Socrates, yaitu bahwa tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well-being). Akan tetapi untuk hidup yang baik tidak mungkin dilakukan tanpa di dalam polis (Negara). Sehingga untuk hidup yang baik, dituntut adanya Negara yang baik. Dan sebaliknya polis (Negara) yang jelek atau buruk tidak mungkin menjadikan para warganya hidup dengan baik.
Menurut Plato, di dalam Negara yang ideal terdapat tiga golongan, yaitu :
           a.       Golongan yang tertinggi, terdiri dari orang-orang yang memerintah (para penjaga, para filsuf).
Mereka terpilih dari yang paling cakap dan terbaik dari kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan latihan special untuk itu. Tugas mereka adalah membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya. Mereka memangku jabatan yang tertinggi. Selain dari itu mereka mempergunakan aktu yang terluang untuk memperdalam filosofi dan ilmu pengetahuan tentang idea kebaikan, menjadi puncak dalam ajaran Plato.Mereka harus menyempurnakan budi yang tepat bagi golongan mereka: budi kebijaksanaan.
           b.      Golongan pembantu, terdiri dari para prajurit atau pembantu dalam urusan Negara. Tugasnya menjamin supaya undang-undang dipatuhi rakyat. Dasar kerjanya semata-mata mengabdi kepada Negara. Oleh karena itu mereka tidak boleh mempunyai kepentingan diri sendiri. Mereka tidak boleh mempunyai harta perseorangan atau keluarga. Mereka tinggal bersama di asrama, hidup dalam sistim komunisme yang seluas-luasnya, meliputi perempuan dan anak-anak. “Milik” bersama atas perempuan tidak berarti baha mereka dapat memuaskan hawa nafsu sesuka-sukanya. Hidup mereka didasarkan atas perbaikan jenis manusia dan hubungan mereka dengan perempuan diatur oleh Negara dengan pengawasan yang rapi.
             c.       Golongan rakyat biasa, terdiri dari petani, pedagang, tukang, yang bertugas untuk memikul ekonomi Negara (polis).[5]
Mereka itu merupakan dasar ekonomi bagi masyarakat. Karena mereka menghasilkan, mereka tidak boleh serta dalam pemerintahan. Sebagai golongan yang berusaha mereka boleh mempunyaihak milik dan harta, boleh berumah tangga sendiri. Mereka hidup dalam keluarga masing-masing. Sekalipun mereka bebas berusaha, budi mereka harus terasuh, yaitu budi pandai menguasai diri.
Tugas negarawan adalah mencipta keselarasan antara semua keahlian dalam Negara (polis), sehingga meujudkan keseluruhan yang harmonis. Bentuk pemerintahan harus disesuaikan dengan keadaan yang nyata.
Apabila suatu Negara telah mempunyai Undang Undang Dasar, bentuk pemerintahan yang palaing tepat adalah monarki. Bentuk pemerintahan aristokrasi dianggap kurang tepat, dan pemerintahan yang paling buruk adalah demokrasi. Sedangkan apabila suatu Negara belum mempunyai Undang Undang Dasar maka bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah demokrasi, dan yang paling buruk adalah monarki.



BAB III
KESIMPULAN
Jadi dari pembahasan tentang pemikiran Plato pada halaman sebelumnya, ia menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia, yaitu dunia pengalaman dan dunia ide. Dunia pengalaman bersifat tidak tetap, bermacam-macam dan berubah-ubah, sedangkan dunia ide bersifat tetap hanya satu macam dan tidak berubah. Dunia pengalaman merupakan bayang-bayang dari dunia ide, sedangkan dunia ide merupakan dunia yang sesungguhnya, yaitu dunia realitas. Dengan demikian dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas itu adalah dunia ide.
Dia juga berhasil menjembatani pertentangan pendapat antara Herakleitos dan Parmenides. Plato mengemukakan bahwa ajaran dan pemikiran Herakleitos  itu benar tetapi hanya berlaku pada dunia pengalaman. Sebaliknya, pendapat Parmenides juga benar tetapi hanya berlaku pada dunia ide yang hanya dapat dipikirkan oleh akal. Plato juga mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah bagi manusia yang tidak pantas apabila tidak mengetahuinya, yaitu:
  •      Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya. 
  •          Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia. 
  •          Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan lain-lain.
  •       Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari yang tidak mempunyai peraturan menjadi mempunyai peraturan.
Dan juga pemikiran filsafat Plato adalah pemikirannya tentang Negara, yang tertera dalam Polites dan Nomoi, yang berpendapat bahwa di dalam Negara yang ideal terdapat tiga golongan, yaitu :
1. Golongan yang tertinggi
2. Golongan pembantu, dan
ΓΌ                      3. Golongan rakyat biasa


[1] Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta:UI Press & Tintamas, 1986), cet.3, hlm.87
[2] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. 2, hlm. 48
[3] Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta:UI Press & Tintamas, 1986), cet.3, hlm.88-89

[4] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. 2, hlm. 48-49
[5] Brouwer, Sejarah Filsafat Modern dan Sezamannya, (Bandung: Alumni, 1986),  hlm.35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar